Indikasi Pelanggaran Perizinan dan Ketenagakerjaan, Aktivitas UD Merpati di Banyuasin Perlu Peninjauan Serius

Mesin produksi di dalam pabrik UD Merpati yang diduga beroperasi tanpa izin lengkap di Desa Rimba Balai, Banyuasin III. Aktivitas industri ini menjadi sorotan akibat potensi pelanggaran lingkungan dan ketenagakerjaan .(headout)

BANYUASIN, Beritasriwijaya.com — Aktivitas sebuah perusahaan di Desa Rimba Balai, Kecamatan Banyuasin III, Sumatera Selatan, kembali menjadi sorotan. Perusahaan yang beroperasi dengan nama UD Merpati tersebut diduga telah menjalankan kegiatan produksi bahan baku pupuk selama lebih dari satu tahun tanpa izin resmi, serta belum memenuhi sejumlah ketentuan keselamatan kerja dan perlindungan tenaga kerja sesuai peraturan yang berlaku.

Sejumlah warga menyampaikan kekhawatiran terkait keberadaan perusahaan tersebut, terutama karena tidak terdapat papan nama resmi di lokasi pabrik. Kondisi ini menimbulkan kesan bahwa perusahaan beroperasi secara tertutup. Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber juga menyebutkan bahwa perusahaan ini memiliki beberapa identitas usaha, termasuk nama PT Garuda Berlian Mas.

Bacaan Lainnya

Dugaan kuat mengarah pada ketidaksesuaian dalam aspek legalitas usaha, seperti belum adanya dokumen UKL/UPL, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Bahkan, bangunan pabriknya dikabarkan belum seluruhnya mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Bila benar, maka hal ini berpotensi menyalahi ketentuan hukum yang berlaku.

Distribusi ke Pabrik Besar, Kualitas Bahan Baku Perlu Pengawasan

Informasi lainnya menyebut bahwa hasil produksi perusahaan ini dijual ke pabrik besar sekelas PT Pusri Palembang. Jika hal tersebut benar adanya, maka pengawasan terhadap kualitas bahan baku pupuk perlu ditingkatkan agar tidak berdampak pada hasil akhir dan kepercayaan petani terhadap produk nasional.

Tenaga Kerja Diduga Kurang Mendapat Perlindungan

Dalam aspek ketenagakerjaan, beberapa pekerja menyatakan bahwa mereka menerima upah di bawah standar Upah Minimum Regional (UMR) dan belum didaftarkan pada program jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Alat Pelindung Diri (APD) juga disebutkan minim atau bahkan tidak tersedia.

“Belum ada APD, dan gaji juga masih jauh dari UMR,” ujar salah satu pekerja yang enggan disebutkan namanya.

Hal ini tentu menjadi perhatian bersama, mengingat keselamatan dan hak-hak pekerja merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan sesuai dengan UU Ketenagakerjaan.

Respons Pemerintah: Akan Ditindaklanjuti

Kepala Bidang Dinas Ketenagakerjaan Banyuasin, Dovi, saat dikonfirmasi, mengaku baru mengetahui aktivitas perusahaan tersebut. Ia menegaskan bahwa apabila terbukti memiliki lebih dari 10 pekerja, maka perusahaan wajib menyusun peraturan internal dan memenuhi ketentuan ketenagakerjaan.

“Ini akan menjadi atensi kami. Kami akan pelajari dan tindak lanjuti,” ujar Dovi.

Pihak perusahaan sendiri belum dapat menunjukkan dokumen perizinan secara lengkap. Salah satu pengelola gudang menyarankan untuk langsung menghubungi pihak manajemen pusat.

Perlu Penegakan dan Transparansi

Melihat sejumlah indikasi tersebut, masyarakat berharap agar instansi terkait seperti Pemerintah Daerah, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Tenaga Kerja, dan aparat penegak hukum dapat segera melakukan verifikasi dan langkah penindakan bila diperlukan.

Penting untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi daerah dan kepatuhan terhadap regulasi, demi mencegah dampak buruk terhadap lingkungan maupun tenaga kerja. (ydp)

Pos terkait