Kumuh, Minim Fasilitas, dan Dugaan Dikuasai Calo: Potret Buram Pelabuhan Tanjung Api-Api

BANYUASIN, Beritasriwijaya.com – Pelabuhan Tanjung Api-Api (TAA) di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, kembali menuai kritik tajam. Pelabuhan yang dibangun dengan dana APBN sebesar Rp178,075 miliar dan diresmikan sejak 2007 itu kini menghadirkan wajah memprihatinkan: kumuh, kotor, minim fasilitas, dan dikeluhkan pengguna jasa.

Hampir di setiap sudut pelabuhan terlihat kotoran burung walet menempel di dinding, debu tebal, sarang laba-laba, hingga sampah berserakan. Toilet lantai dua tidak memiliki pasokan air, sementara toilet lantai bawah justru dipungut biaya Rp2.000 per sekali masuk. Kondisi ini membuat suasana pelabuhan terkesan jorok dan berbau menyengat.

Bacaan Lainnya

Tak hanya soal kebersihan, praktik percaloan juga menjadi masalah serius. Sopir dan penumpang mengaku sulit menyeberang tanpa melalui calo. “Calo-nya minta ampun, kami sebagai sopir dak bakal biso nyebrang kalau dak lewat calo,” ungkap seorang sopir angkutan yang kerap menggunakan jalur ini.

Pelabuhan TAA sejatinya memegang peran vital sebagai penghubung Sumatera dengan Pulau Bangka melalui Pelabuhan Tanjung Kalian di Muntok, Bangka Barat. Kapal ferry yang berangkat tiap dua jam sekali dengan waktu tempuh 3–4 jam semestinya menjadi jalur strategis bagi mobilitas orang maupun barang. Namun kondisi pelabuhan yang bobrok justru menurunkan minat pengguna.

Publik pun menuding lemahnya pengelolaan pemerintah daerah maupun provinsi. “Balek kemano pemerintahan mano pelabuhan ini, cek. Provinsi/kota apo kabupaten Banyuasin? Malu kito ini,” tulis seorang warga dalam komentar di media sosial.

Dengan tarif penyeberangan yang tidak murah – mulai dari Rp51.200 hingga Rp4.096.810 tergantung golongan – pelayanan yang diberikan justru jauh dari standar. Ironisnya, pelabuhan yang semestinya menjadi wajah Sumsel di jalur laut malah menghadirkan kesan kumuh, tak terurus, dan tidak ramah penumpang.

Buruknya fasilitas dan maraknya percaloan dikhawatirkan akan merusak citra Sumatera Selatan, menurunkan minat wisatawan, serta menghambat geliat ekonomi daerah. Kondisi ini sekaligus menjadi alarm keras bagi pemerintah, agar segera mengambil langkah nyata sebelum pelabuhan TAA kehilangan fungsinya sebagai simpul transportasi vital. (ydp)

Pos terkait