Palembang – Sampah, merupakan masalah klasik yang sampai saat ini masih menjadi Pekerjaan Rumah (PR) khsusunya di Kota-Kota besar yang ada di Indonesia. Selain di Indonesia persoalan tentang sampah ini juga merupakan bagian dari isu global di banyak Negara dunia. Tentang bagaimana kajian-kajian ilmiah prilaku atau kebiasaan masyarakat membuang sampah, dampak bagi kesehatan lingkungan dan masyarakat, serta pengelolaan sampah tepat guna bagi banyak sektor hingga sampai pada metode dan penegakan hukum sudah dilakukan. Tetapi persoalan sampah belum juga dapat diatasi dengan maksimal.
Di Indonesia, khususnya Kota besar seperti Palembang, masalah sampah ini di prediksi akan terus meningkat hingga 10 tahun kedepan. Mengingat adanya pertambahan penduduk, perkembangan permukiman dan keterbatasan sarana atau armada persampahan yang dimiliki Pemerintah Daerah serta tidak adanya peran masyarakat menjadi faktor pendukung persoalan sampah tersebut belum dapat teratasi secara maksimal.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Hendri Zikwan selaku Tokoh Pemuda dan Ketua dari DPD GEMPUR Sumsel kepada wartawan mengatakan bahwa masalah sampah di Indonesia khususnya Kota Palembang harus segera diatasi. Semua pihak harus terlibat, baik Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat maupun masyarakat itu sendiri. Karena sampah bukan saja menjadi tanggung jawab Pemerintah saja tetapi semua pihak harus bekerja sama terlibat aktif dalam mencari solusi dan aksi dalam pengolahan sampah yang ada.
“Masalah sampah ini merupakan masalah global dan menjadi isu di banyak Negara dunia. Di Indonesia, khususnya Kota Palembang soal sampah ini harus menjadi perhatian utama atau khusus bagi Pemerintah, masyarakat serta pelaku usaha yang menjadi penyumbang sampah terbesar juga harus mempunyai kesadaran akan pentingnya keterlibatan mereka dalam penanggulangan sampah tersebut,” ujar Hendri pada, Jumat (01/11/24).
Hendri menjelaskan, 10 tahun kedepan Kota-kota besar di Indonesia dipastikan akan mengalami tantangan besar dalam mengatasi sampah perkotaan. Dengan hanya mengandalkan program 3 R, yaitu Reduce (mengurangi sampah), Reuse (menggunakan kembali bahan sampah) dan Recycle (daur ulang sampah), masalah sampah tidak akan dapat teratasi secara maksimal. Oleh sebab itu, diperlukan metode pengelolaan sampah yang sifatnya praktis, efektif dan efisien dalam mengatasi sampah di perkotaan.
Berbicara tentang Kota Palembang, persoalan sampah ini harus menjadi isu yang utama dan sangat penting bagi Pemerintah Kota dan semua pihak untuk menyikapinya. Karena TREN “membuang sampah sembarang” di dalam masyarakat kita begitu kental, mengakar serta telah menjadi tradisi atau budaya yang sangat buruk.
“Dalam catatan kita, dari jumlah penduduk lebih dari 1,8 Juta jiwa, volume sampah yang bisa dihasilkan masyarakat bisa mencapai 1.200 ton perhari. Itu sampah yang terangkut, belum lagi ditambah sampah yang dibuang di sembarang tempat dan sampah yang dibuang di sungai-sungai,” ungkap Hendri.
Dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Palembang, Kepala DLHK Palembang Akhmad Mustain pernah mengatakan, sampah-sampah tersebut di antaranya merupakan limbah plastik maupun organik sisa produksi rumah tangga, pertokoan dan rumah makan yang tersebar di 18 kecamatan. Namun dari ribuan sampah itu yang mampu diangkut DLHK Palembang sekitar 700-800 ton sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) Sukawinatan, Kecamatan Sukarami setiap harinya, ujar Hendri.
“Terbatasnya jumlah armada truk angkutan sampah yang dioperasikan DLKH Palembang sehingga sampah tidak dapat diangkut semua. Idealnya satu Kecamatan itu disediakan 10 truk pengangkut sampah. Mudah-mudahan DLHK mendapat tambahan unit atau armada dari Pemkot Palembang di tahun 2025 nanti,” harap Hendri.
Mengutip dari perkataan Mantan Walikota Palembang, Ir. H. Edi Santana Putra beberapa hari yang lalu bahwa banyaknya armada angkutan sampah yang jelek atau usang, banyaknya sampah, Kota Palembang sekarang dulunya tidak seperti ini. Ir. H. Edi Santana Putra menilai persoalan sampah ini harus menjadi perhatian serius pemimpin baik tingkatan Gubernur hingga Walikota yang mengedepankan kesejahteraan petugas pengangkut sampah, kelayakan unit angkutan hingga volume sampah yang melebihi batas tempat penampung sampah, jelas Hendri mengungkapkan.
Masih menurut Hendri, selain penambahan unit armada angkutan sampah, Pemerintah Kota Palembang melalui DLHK harus juga ada 3 pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem pengelolaan sampah di perkotaan, yakni : a) penerapan insentif pengelolaan sampah, b) penegakan hukum lingkungan, dan c) revolusi mental.
Pemberian insentif sampah bagi masyarakat merupakan implementasi kebijakan yang sifatnya positif untuk merangsang masyarakat bertindak arif terhadap lingkungan. Misalnya, setiap rumah tangga yang memiliki tong sampah dan mengumpulkan sampah di rumahnya yang dicatat petugas Dinas Kebersihan, diberikan insentif berupa pemotongan atau bebas biaya penerangan jalan listrik dalam rekening listrik PLN, atau kebijakan pemotongan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dengan sistem insentif seperti ini diyakini akan mendorong masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan yang bermuara terhadap pengurangan volume sampah yang memasuki lingkungan, ungkapnya.
Apakah hal seperti ini dapat dilakukan di kota-kota besar di Indonesia? Jelas sangat mungkin, tinggal adanya kemauan dari Pemerintah dan para Wakil Rakyat di DPRD untuk melegalkan kebijakan itu. Di beberapa Negara kebijakan sistem insentif ini telah diterapkan pada masyarakat perkotaan maupun industri, dan menghasilkan dampak positif yang sangat signifikan terhadap masalah lingkungan, seperti menurunnya pencemaran lingkungan perairan, pencemaran udara dan pencemaran tanah, ujar Hendri menambahkan.
Dibutuhkan Revolusi Mental dan kerja sama semua pihak dalam mengatasi persoalan atau masalah sampah yang ada di Kota Palembang. Masyarakat perlu diberikan edukasi dan pembinaan yang melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat. Karena sampah bukan hanya dibuang di darat, tetapi sangat banyak juga dibuang di aliran sungai, tutur Hendri.
“Mari mulai dari sekarang kita melakukan gerakan dan merevolusi metal mulai dari diri sendiri hingga masyarakat untuk mengikis budaya membuang sampah sembarang khsusunya membuang sampah di sungai-sungai. Karena sungai merupakan anugerah Tuhan yang begitu besar untuk dimanfaatkan sebagai kebutuhan hidup semua mahluknya. Apabila kita masih mengotori sungai dengan membuang sampah kedalamnya dan kita tidak melakukan gerakan perubahan sama sekali, itu sama saja kita tidak pernah bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan,” ungkap Hendri dengan penuh harapan.