OGAN ILIR, Beritasriwijaya.com – Dunia pendidikan di Kabupaten Ogan Ilir kembali diwarnai isu miring. Dugaan penyalahgunaan administrasi mencuat setelah salah satu tenaga honorer di SMK Negeri 1 Indralaya Selatan dilaporkan menggunakan ijazah milik saudara kandung untuk dapat bekerja dan masuk dalam sistem Dapodik (Data Pokok Pendidikan).
Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Indralaya Selatan, Eddy Dharmansyah, saat dikonfirmasi tak menampik kabar tersebut. Ia mengungkapkan, kasus bermula pada tahun 2022 ketika seorang petugas kebersihan bernama Yuliana tidak bisa dimasukkan ke sistem Dapodik lantaran tidak tamat SMA. “Karena tidak ada ijazah, akhirnya ia menggunakan dokumen milik kakaknya, yakni Yustiana yang sehari-hari bekerja sebagai penjaga kantin sekolah,” jelas Eddy.
Dengan pinjaman ijazah itu, Yuliana tetap bisa bekerja. Bahkan, ia sempat menerima honor dari Dapodik. Namun, persoalan mencuat ketika seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dibuka. Nama yang tercatat justru Yustiana, bukan Yuliana.
Kondisi ini membuat publik heran. Pasalnya, Yustiana dikenal sebagai penjaga kantin sekolah, bukan tenaga pendidik atau staf administrasi. Pertanyaan besar pun muncul: bagaimana mungkin seorang ibu kantin bisa tercatat sebagai penerima formasi P3K? Situasi ini dinilai menyalahi aturan sekaligus memicu kecemburuan sosial di lingkungan sekolah.
“Memang secara aturan tidak dibenarkan. Tapi saat itu, demi menyelamatkan Yuliana agar tetap bekerja, ya diambil jalan tengah. Namun kini, karena administrasi Yuliana tidak memenuhi syarat, ia otomatis dinyatakan mengundurkan diri. Posisi berlanjut kepada Yustiana,” terang Eddy.
Pengakuan tersebut menambah panjang daftar persoalan tata kelola administrasi honorer di dunia pendidikan. Celah manipulasi yang seharusnya bisa diantisipasi justru membuka jalan bagi praktik “pinjam ijazah” demi mempertahankan pekerjaan.
Kini masyarakat menunggu langkah tegas dari Dinas Pendidikan Ogan Ilir. Apakah kasus ini hanya akan dianggap kesalahan administrasi belaka, atau ditindaklanjuti sebagai dugaan pelanggaran serius yang merusak integritas proses seleksi P3K. (ydp)