BANYUASIN, Beritasriwijaya.com — Proyek pembangunan jalan menuju Desa Bengkuang, Kecamatan Suak Tapeh, Kabupaten Banyuasin, dengan anggaran fantastis hampir Rp5 miliar, kini menuai sorotan tajam dari masyarakat. Jalan beton yang diduga hanya dibangun sepanjang sekitar 970 meter itu dinilai tidak sebanding dengan besarnya anggaran dan sarat kejanggalan, Senin (22/12/2025).
Warga menilai proyek tersebut jauh dari prinsip transparansi dan akuntabilitas. Secara kasat mata, kualitas pengerjaan di lapangan dinilai memprihatinkan dan terkesan dikerjakan tanpa perencanaan teknis yang matang.
Sejumlah indikasi teknis menjadi keluhan utama masyarakat, mulai dari tidak adanya drainase, hingga lapisan pengerasan jalan yang sangat tipis dan dinilai asal jadi. Kondisi ini memicu kekhawatiran akan daya tahan jalan dalam jangka panjang.
S, salah satu warga Desa Bengkuang, menyebut proyek miliaran rupiah itu seolah dikerjakan tanpa pengawasan maksimal dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Banyuasin.
“Pertama, drainase tidak ada sama sekali, akibatnya air menggenang di badan jalan. Kedua, saat pengerasan menggunakan batu split, lapisannya sangat tipis, nyaris tenggelam ke tanah. Ini proyek miliaran, tapi kualitasnya seperti proyek tambal sulam,” ujarnya dengan nada geram.
Tak hanya soal mutu, warga juga mempertanyakan logika penggunaan anggaran yang dinilai tidak masuk akal bila dibandingkan dengan panjang jalan yang dibangun.
“Informasi yang kami dapat, panjang jalan ini hanya sekitar 970 meter. Dengan anggaran hampir Rp5 miliar, apakah wajar hasilnya hanya segitu? Ini yang membuat kami curiga,” tambahnya.
Kecurigaan warga pun mengarah pada dugaan mark up anggaran. Mereka mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk turun tangan dan melakukan audit menyeluruh terhadap proyek tersebut.
“Pembangunan jalan seperti ini sangat sulit kami dapatkan. Jangan sampai justru menjadi ladang bancakan dan merugikan masyarakat. Kami minta APH serius mengusut karena ini sudah sangat mencurigakan,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Bengkuang, Hazairin, membenarkan bahwa informasi yang diterimanya dari pihak kontraktor menyebut panjang jalan yang dibangun sekitar 970 meter. Namun ia mengaku tidak mengetahui detail teknis maupun rincian anggaran proyek tersebut.
“Sebagai pemerintah desa, tentu kami senang jalan dibangun dan berharap kualitasnya bagus. Soal teknis dan anggaran itu bukan kewenangan kami. Kalau warga mempertanyakan, kami berharap semuanya sesuai harapan masyarakat,” ujarnya singkat kepada wartawan.
Ironisnya, upaya konfirmasi kepada pihak Dinas PUPR Banyuasin justru menemui jalan buntu. PPK PUPR, Hendra, tidak dapat dihubungi melalui telepon. Bahkan saat awak media mendatangi langsung Kantor Dinas PUPR Banyuasin, situasi di dalam kantor justru memunculkan tanda tanya besar.
Selain akses pintu kantor yang terkunci, sejumlah pegawai yang ditemui saling lempar tanggung jawab. Tidak satu pun memberikan penjelasan jelas terkait proyek jalan bernilai miliaran rupiah tersebut.
Sikap tertutup dan bungkam ini semakin memperkuat kecurigaan publik terhadap lemahnya transparansi dan pengawasan proyek infrastruktur di Banyuasin. Proyek yang sejatinya menjadi solusi peningkatan akses dan kesejahteraan masyarakat desa, justru berpotensi menjadi catatan hitam dalam pengelolaan anggaran daerah. (ydp)









