Jelang HUT RI, Penjual Telok Ukan Kembali Ramaikan Palembang: Kuliner Tradisi yang Tetap Dicintai dari Generasi ke Generasi

Telok ukan kembali dijajakan oleh pedagang musiman di Palembang menjelang Hari Kemerdekaan RI, menjadi buruan warga lintas generasi yang rindu akan cita rasa khas Agustusan.

Palembang, Beritasriwijaya.com – Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80, salah satu tradisi kuliner khas Palembang kembali hadir dan ramai diburu warga. Telok ukan, makanan berbahan dasar telur bebek dengan tekstur khas dan cita rasa manis legit, kembali dijajakan oleh para pedagang musiman di beberapa titik kota.

Pantauan di lapangan, kawasan Jalan Merdeka, Kecamatan Bukit Kecil, menjadi salah satu lokasi favorit para penjual dan pemburu telok ukan. Lapak-lapak kecil dengan tampilan sederhana, namun menyajikan nostalgia, kembali menghiasi pinggir jalan sejak awal Agustus 2025.

Bacaan Lainnya

Meini (56), warga Lorok Pakjo, Ilir Barat I, Palembang, mengaku rutin membeli telok ukan setiap menjelang 17 Agustus. Bersama dua rekannya, ia rela menempuh perjalanan demi mencicipi rasa khas yang mengingatkannya pada masa kecil.

“Setiap tahun saya selalu cari telok ukan. Ini makanan khas Palembang yang hanya muncul saat Agustusan. Rasanya enak, gurih, dan bikin kangen,” ujarnya antusias, Senin (4/8).

Tak hanya telok ukan, Meini juga membeli telok abang dan ketan gempit sebagai pelengkap. Ia menyayangkan tradisi ini semakin langka dan berharap generasi muda bisa tetap melestarikannya.

“Dulu Agustusan selalu ramai, ada bidar, telok abang, telok ukan. Sekarang mulai berkurang, tapi semoga tetap dilestarikan karena ini bagian dari budaya kita,” tambahnya.

Di sisi lain, semangat yang sama juga datang dari generasi muda. Nurul (20), warga Dwikora, menyebut telok ukan sebagai cemilan favoritnya sejak kecil. Bahkan, ia pernah mencari makanan ini secara daring, meskipun harus melalui sistem pre-order.

“Dari kecil memang suka banget telok ukan. Biasanya beli di sekitar Pasar Cinde. Tapi kalau bukan bulan Agustus, susah dapatnya. Pernah cari online, tapi ribet karena harus PO,” ceritanya.

Menurutnya, rasa manis khas seperti kue srikaya yang menyatu dengan tekstur telur membuat makanan ini unik dan berbeda. Meskipun harganya naik dari tahun ke tahun, hal itu tak mengurangi minatnya.

“Dulu masih Rp 3 ribuan, sekarang Rp 6 ribu. Tapi tetap beli, karena ini nostalgia,” katanya.

Sementara itu, Dani, salah satu penjual telok ukan, mengaku telah mulai membuka lapak sejak awal bulan Agustus. Setiap harinya, ia membawa lebih dari 100 butir telok ukan dari rumah untuk dijual.

“Biasanya saya bawa telok ukan, telok pindang, ketan gempit. Paling laku telok ukan dan ketan isi abon. Pembeli terus berdatangan,” ucapnya.

Lapak kecilnya akan terus buka hingga 17 Agustus malam. Namun, jika lomba bidar digelar melewati tanggal tersebut, ia siap memperpanjang masa jualan demi memenuhi permintaan.

“Kalau bidar digelar sampai tanggal 20, saya tetap buka. Telok ukan sudah jadi tradisi, dan saya senang bisa jadi bagian dari tradisi itu,” tutup Dani.

Pos terkait