Komisi XIII DPR RI Desak Panglima TNI Usut Tuntas Kasus Kematian Prada Lucky

Jenazah Prada Lucky Chepril Saputra Namo saat ditandu menuju ambulans untuk dibawa ke TPU Kapadala, Kupang, NTT, Sabtu (9/8/2025).

Kupang, Beritasriwijaya.com – Kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo, prajurit muda TNI AD yang diduga menjadi korban penganiayaan oleh seniornya, memicu gelombang desakan dari anggota DPR RI agar Panglima TNI menindak tegas para pelaku tanpa pandang bulu.


Desakan Tegas dari DPR

Anggota Komisi XIII DPR RI, Umbu Rudi Kabunang, menegaskan bahwa pengusutan kasus ini harus dilakukan secara transparan, objektif, dan menyeluruh. Ia meminta agar pelaku yang terbukti bersalah dihukum seberat-beratnya, bahkan dikeluarkan dari dinas militer.

Bacaan Lainnya

“Ini menyangkut hak hidup prajurit. Negara wajib melindungi setiap anggotanya. Semua pelaku harus diungkap, termasuk siapa saja yang membiarkan atau mengetahui namun tidak bertindak,” ujarnya pada Minggu (10/8/2025).

Umbu Rudi juga menekankan perlunya penelusuran terhadap rantai komando, memastikan tidak ada pihak yang lolos dari tanggung jawab. Menurutnya, pengungkapan yang tuntas akan menjadi bukti komitmen TNI terhadap penegakan hukum dan HAM di tubuh militer.


Kronologi Kematian Prada Lucky

Prada Lucky baru dua bulan bertugas di Batalyon Infanteri 834/WM Nagekeo. Pada Rabu (6/8/2025), ia meninggal dunia di ICU RSUD Aeramo setelah mengalami luka-luka parah yang diduga kuat akibat penganiayaan. Tubuhnya ditemukan penuh lebam dan luka sayatan.

Ayah korban, Sersan Mayor Christian Namo, yang juga anggota TNI aktif, tidak mampu menyembunyikan amarahnya.

“Hukum mati pelaku,” ucapnya singkat di sela prosesi pemakaman di TPU Kapadala, Kupang, Sabtu (9/8/2025).


Tamparan Keras bagi Militer

Anggota Komisi I DPR RI dari Dapil NTT II, Gavriel Putranto Novanto, menyampaikan belasungkawa mendalam kepada keluarga korban. Ia menyebut tragedi ini sebagai tamparan keras bagi institusi militer, menegaskan bahwa tindakan kekerasan di dalam tubuh TNI adalah hal yang tidak bisa ditoleransi.

“Seorang prajurit muda yang baru mengabdi kepada negara telah kehilangan nyawanya. Tidak ada alasan, tidak ada pembenaran atas kekerasan ini. Pelaku harus dihukum berat sesuai hukum militer dan pidana umum,” tegas Gavriel.

Menurutnya, TNI harus menjadi tempat pembinaan dan perlindungan, bukan arena praktik kekerasan antar sesama prajurit.

Pos terkait