PALEMBANG, Beritasriwijaya.com — Kasus dugaan mafia tanah kembali mencuat di Kota Palembang setelah para ahli waris alm. Saidina Oemar melalui tim kuasa hukumnya membeberkan adanya indikasi penyalahgunaan kewenangan, manipulasi data, serta penerbitan sertipikat yang dinilai cacat prosedur. Konferensi pers digelar pada Sabtu (15/11/2025) dengan menghadirkan ahli waris dan kuasa hukum.
Salah satu ahli waris yang hadir dalam jumpa pers tersebut, M. Dio Ramadha Putra, ikut menjelaskan kronologi dan keberatan atas terbitnya pemecahan SHM No. 80/1974 yang diduga kuat dilakukan tanpa proses verifikasi lapangan yang sah.
Tim kuasa hukum ahli waris yang terdiri dari Dr. Fahmi Raghib, S.H., M.H. dan Roy Lifriandi, S.H. menilai terdapat banyak keganjilan dalam penerbitan dan pemecahan sertipikat tersebut. Mereka menuding adanya indikasi praktik mafia tanah yang melibatkan oknum birokrat, oknum swasta, hingga pihak-pihak tertentu di lingkungan pertanahan.
Indikasi Dugaan Mafia Tanah yang Diungkap:
1. Penerbitan sertipikat tanpa dasar hukum jelas dan tidak sesuai prosedur, meski pemohon tidak pernah menguasai objek tanah.
2. Manipulasi batas dan lokasi bidang tanah, termasuk perubahan tanda tangan dalam dokumen resmi tanpa sepengetahuan ahli waris.
3. Tidak adanya proses pengumuman dan penelitian yuridis secara transparan kepada pihak sekitar.
4. Indikasi kolusi antara oknum BPN dan pemohon sertipikat, meski ahli waris memiliki putusan pengadilan inkracht atas tanah tersebut.
5. Pemalsuan dokumen serta hilangnya arsip-arsip penting yang diduga direkayasa.
Menurut kuasa hukum, praktik-praktik tersebut berpotensi merugikan ahli waris sah dan melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Tuntutan kepada Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum
Dalam kesempatan tersebut, kuasa hukum ahli waris mendesak:
Kementerian ATR/BPN RI melakukan audit investigatif terhadap seluruh proses pengukuran, penerbitan, dan pemecahan SHM di kawasan yang disengketakan.
Kapolda Sumsel dan Kejati Sumsel membentuk Satgas Mafia Tanah untuk menindak semua pihak yang terlibat.
Pembatalan SHM No. 80/1974 yang dinilai cacat hukum.
Penegakan hukum pidana atas dugaan pemalsuan dokumen, perusakan, atau penggelapan tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 385, 263, 266, dan 406 KUHP.
Pemulihan hak ahli waris Saidina Oemar serta pengembalian penguasaan tanah yang selama ini diduga dikuasai oleh oknum tertentu.
Dr. Fahmi Raghib menegaskan bahwa negara harus hadir dan menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam praktik mafia tanah.
“Ini bukan hanya tentang hak ahli waris Saidina Oemar, tetapi juga tentang kepastian hukum masyarakat. Negara tidak boleh kalah dari sindikat yang memanipulasi dokumen melalui prosedur administratif yang direkayasa,” tegasnya.
Press release ini disampaikan sebagai bentuk transparansi kepada publik serta dorongan kepada pemerintah pusat, aparat penegak hukum, dan pemangku kebijakan untuk mengambil langkah nyata dalam membongkar dugaan praktik mafia tanah yang meresahkan masyarakat. (ydp)









