Palembang, Beritasriwijaya.com — Sebanyak ratusan alumni Universitas Kader Bangsa (UKB) Palembang yang ijazahnya dibatalkan, mulai mengirimkan surat resmi kepada sejumlah pihak terkait, termasuk Gubernur Sumatera Selatan, DPRD Provinsi Sumsel, dan LLDIKTI. Mereka menyampaikan keberatan atas pembatalan ijazah yang mereka terima dan menolak tawaran untuk mengikuti perkuliahan ulang secara gratis dari pihak kampus.
Kuasa hukum dari alumni UKB, Connie Pania Putri, mengungkapkan bahwa surat tersebut bertujuan agar pemerintah dan LLDIKTI dapat segera turun tangan untuk memantau dan memastikan kualitas pendidikan di Sumatera Selatan, khususnya terkait dengan masalah yang sedang dihadapi oleh para alumni. Ia berharap surat-surat yang sudah dikirim dapat memicu perhatian serius terhadap permasalahan ini dan mempercepat penyelesaiannya.
“Kami telah mengirim surat kepada Gubernur, DPRD Provinsi Sumsel, dan LLDIKTI. Kami berharap pemerintah dapat lebih tegas mengawasi jalannya pendidikan tinggi di Sumsel, karena dalam UU Sisdiknas, pemerintah memiliki kewajiban untuk mengawasi setiap proses pendidikan di daerah,” ujar Connie, Sabtu (21/5/2025).
Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa pihak LLDIKTI diminta untuk memfasilitasi pertemuan dengan pihak UKB. Menurut Connie, pihak kampus belum memberikan klarifikasi terkait mekanisme kuliah ulang yang dijanjikan, meskipun mereka sudah menyatakan bahwa kuliah ulang akan dilakukan tanpa biaya. “Hingga saat ini, kami belum mendapatkan pertemuan resmi atau panggilan terkait hal ini, dan kami mendesak LLDIKTI untuk memfasilitasi pertemuan untuk memperjelas langkah-langkah selanjutnya,” tambahnya.
Pembatalan ijazah yang terjadi menurut pihak UKB didasari oleh temuan dari Evaluasi Kinerja Perguruan Tinggi (EKPT) Kemendikbud, yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam proses perkuliahan dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-DIKTI). Selain itu, ada dugaan plagiarisme dalam tugas akhir yang disusun oleh mahasiswa. Rektor UKB, Fika Minata Wathan, sebelumnya menyatakan bahwa sebagai solusi, pihak kampus menawarkan perkuliahan ulang secara gratis bagi para alumni yang terdampak pembatalan ijazah dan bimbingan ulang bagi mereka yang terindikasi melakukan plagiarisme.
Namun, tawaran tersebut tidak diterima dengan baik oleh para alumni dan kuasa hukum mereka. Connie Pania Putri dengan tegas menolak langkah tersebut, menyebut bahwa tidak ada konfirmasi yang jelas sebelum pembatalan ijazah dilakukan. Ia mengungkapkan bahwa meskipun pihak UKB mengundang mahasiswa untuk mengikuti pertemuan via Zoom pada Oktober 2024, namun tidak ada kelanjutan atau pemberitahuan resmi terkait kemungkinan pembatalan ijazah. Ketika alumni memeriksa data mereka di Forlap PD Dikti, mereka terkejut karena ijazah mereka telah dicabut tanpa pemberitahuan lebih lanjut.
“Pada tanggal 17 Oktober 2024, UKB memang mengundang mahasiswa untuk mengikuti pertemuan Zoom, namun saat itu hanya dijelaskan kemungkinan adanya pembatalan ijazah, yang kemudian tidak pernah dilanjutkan dengan informasi atau konfirmasi resmi. Tiba-tiba pada Mei 2025, kami mendapat informasi bahwa ijazah sudah dicabut. Ini jelas sangat merugikan dan tidak transparan,” ujar Connie.
Connie juga menyatakan bahwa pihaknya sedang mengumpulkan bukti-bukti terkait kasus ini untuk langkah hukum lebih lanjut. Jika dalam waktu dekat tidak ada penyelesaian yang memadai, tim hukum akan melaporkan kasus ini ke pihak berwajib. “Kami sudah mulai mengumpulkan bukti-bukti, baik untuk keperluan pidana, perdata, maupun terkait dengan Undang-Undang Pendidikan. Jika ini tidak segera ditangani dengan serius, kami akan melaporkan masalah ini ke kepolisian bulan depan,” tegasnya.
Rektor UKB, Fika Minata Wathan, sebelumnya menjelaskan bahwa pembatalan ijazah dilakukan untuk memastikan standar pendidikan di kampus tersebut sesuai dengan regulasi yang berlaku. Namun, para alumni menilai bahwa keputusan ini diambil tanpa komunikasi yang jelas dan tanpa solusi yang memadai.
Selain masalah pembatalan ijazah, para alumni juga merasa bahwa kampus tidak memberikan ruang untuk diskusi atau klarifikasi terkait keputusan tersebut. “Kami tidak pernah diberi kesempatan untuk berdiskusi lebih lanjut dengan pihak kampus setelah pertemuan Oktober 2024. Keputusan sepihak ini sangat merugikan kami,” ungkap Connie.
Situasi ini memunculkan ketegangan antara alumni dan pihak kampus, dengan harapan besar agar pemerintah, LLDIKTI, dan pihak berwenang lainnya segera turun tangan untuk mengatasi masalah ini. Para alumni menuntut kejelasan mengenai pembatalan ijazah dan meminta agar pihak kampus memberikan penjelasan yang lebih transparan dan solusi yang adil.