Beritasriwijaya.com – Gelombang aksi massa menuntut pembubaran DPR terus membesar setelah tewasnya Affan Kurniawan dalam demonstrasi sebelumnya. Presiden Prabowo Subianto dinilai gagal meredam kemarahan publik, sementara Istana terlihat kalang kabut menghadapi situasi yang semakin tak terkendali.
Latar Belakang: Dari Protes hingga Tumbalnya Nyawa
Aksi yang bermula dari ketidakpuasan publik terhadap kinerja DPR kini berubah menjadi gelombang protes masif dengan tuntutan radikal: pembubaran lembaga legislatif. Situasi memanas setelah Affan Kurniawan, seorang demonstran muda, tewas dalam bentrokan. Kematian ini menjadi simbol sekaligus pemicu kemarahan publik, menyalakan bara yang sulit dipadamkan.
Prabowo dan Dilema Kepemimpinan
Sebagai Presiden, Prabowo Subianto berusaha mengambil posisi tegas namun tetap menenangkan. Ia mengimbau agar publik menahan diri, sembari menjanjikan evaluasi kinerja DPR. Namun, langkah tersebut dianggap setengah hati. Banyak pihak menilai Prabowo terjebak dalam dilema: di satu sisi ingin menjaga citra sebagai pemimpin rakyat, di sisi lain harus melindungi stabilitas politik dan hubungan dengan DPR.
Istana Kalang Kabut
Situasi semakin rumit ketika gelombang massa semakin sulit dikendalikan. Istana disebut kalang kabut dengan mengerahkan aparat dalam jumlah besar, sementara strategi komunikasi politik dianggap lemah. Alih-alih menurunkan tensi, tindakan represif justru memperkuat kemarahan publik. Banyak pihak melihat bahwa pemerintah terlalu fokus pada pengamanan fisik, namun abai pada pendekatan dialog dan transparansi.
DPR Jadi Sasaran Kemarahan
DPR kini menjadi simbol krisis kepercayaan rakyat terhadap institusi politik. Tuduhan korupsi, elitisme, serta jarak dengan kepentingan rakyat menjadi alasan utama mengapa seruan pembubaran DPR mendapat dukungan luas.
“Ini bukan sekadar demo, ini adalah puncak frustrasi rakyat terhadap wakil yang tak lagi mewakili,” ujar seorang pengamat politik.
Kegagalan Meredam Massa
Kematian Affan Kurniawan menjadikan aksi ini memiliki dimensi emosional yang kuat. Dalam konteks psikologi massa, kehilangan nyawa sering kali memicu gelombang solidaritas luas yang sulit dipadamkan dengan pendekatan kekuasaan semata. Prabowo yang dikenal sebagai figur tegas justru tampak kesulitan menghadapi arus kemarahan yang bercampur dengan tuntutan moral.
Tekanan dari Berbagai Pihak
Selain publik, tekanan juga datang dari kalangan oposisi dan aktivis demokrasi. Mereka menilai pemerintah gagal menjaga demokrasi dengan baik. Beberapa bahkan mendesak agar Presiden mengambil langkah drastis seperti menggelar referendum terkait masa depan DPR. Sementara itu, kelompok pendukung pemerintah mendesak agar aparat tidak lagi membiarkan kerusuhan meluas.
Masa Depan Politik Indonesia
Situasi ini menjadi ujian besar bagi kepemimpinan Prabowo. Mampukah ia mengubah krisis ini menjadi momentum reformasi politik, atau justru akan terjebak dalam spiral konflik yang memperburuk citra pemerintahannya?
Satu hal yang pasti: kematian Affan Kurniawan telah menjadi simbol perlawanan dan suara massa yang menuntut perubahan sulit lagi untuk diabaikan.