PELEMBANG, Beritasriwijaya.com — Suasana di Kampung Tunanetra, RT 30 RW 05 Kelurahan Delapan Ilir, Kecamatan Ilir Timur Tiga, Kota Palembang, memanas. Warga penyandang disabilitas netra menolak tegas rencana Pemerintah Kota Palembang untuk membangun rumah susun sewa (Rusunawa) di atas lahan yang sudah mereka tempati selama lebih dari 50 tahun.
Ketua RT 30, Nuryadi, bersama Ketua DPC Pertuni Kota Palembang, Robi Surya, dan sejumlah anggota Pertuni, angkat bicara mengenai penolakan ini. Mereka menegaskan bahwa lahan tersebut bukan sekadar tempat tinggal, tetapi juga memiliki nilai sejarah dan sosial bagi komunitas penyandang disabilitas netra di Sumatera Selatan.
“Kami bukan menolak pembangunan, tapi tolong jangan di atas lahan yang sudah menjadi tempat hidup dan perjuangan kami sejak puluhan tahun. Ini kampung sejarah bagi kaum tunanetra,” ujar Robi Surya.
Berdasarkan catatan warga, kawasan seluas 2,5 hektar ini awalnya merupakan tanah milik Yayasan Sinar Harapan sejak 1969. Di lokasi itu dulu berdiri sejumlah fasilitas sosial penting seperti Sekolah Luar Biasa (SLB) YPAC, puskesmas pembantu, taman kanak-kanak, dan panti pijat urut Pertuni yang menjadi sumber penghidupan bagi penyandang disabilitas netra.
Namun, sekitar tahun 2019, beberapa bangunan tersebut digusur untuk pembangunan Pasar Ikan Modern. Proyek yang digadang-gadang menjadi pusat ekonomi warga itu kini terbengkalai dan tidak berfungsi, bahkan kondisinya gelap dan kosong seperti bangunan tak terurus.
“Dulu di sini ramai, ada sekolah, ada tempat kerja kami. Tapi semua digusur untuk pasar ikan yang sampai sekarang tidak jalan. Sekarang malah mau dibangun rusun, kami seperti tidak dianggap,” kata Nuryadi, Ketua RT 30.
Surat dari Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtan) Kota Palembang dengan nomor 40/PERUM/DISPERKIMTAN/V/2025, tertanggal 9 September 2025, menyebutkan rencana studi kelayakan pembangunan Rusunawa di wilayah Kelurahan 8 Ilir. Kabar itu mengejutkan warga karena mereka mengaku tidak pernah menerima pemberitahuan resmi sebelumnya.
Kini, sekitar 140 kepala keluarga atau 456 jiwa warga penyandang disabilitas netra di kampung itu merasa cemas akan kemungkinan tergusur kembali.
“Kami sudah nyaman dan hidup rukun di sini. Ada masjid, TK, dan kantor Pertuni. Kalau pemerintah ingin membangun rusunawa, silakan di tempat lain. Masih banyak tanah pemkot di Palembang,” tegas Robi Surya.
Warga juga menyoroti proyek Pasar Ikan Modern yang sebelumnya dibangun di kawasan itu namun hingga kini tidak difungsikan. Mereka menyebut proyek tersebut sebagai bukti bahwa pemerintah sering tidak konsisten dalam penataan kawasan.
“Pasar ikan modern yang dulu dijanjikan untuk kesejahteraan warga malah jadi bangunan kosong. Kami trauma kalau ada proyek baru, takutnya nasibnya sama,” tambah salah satu anggota Pertuni.
Masyarakat Kampung Tunanetra berharap pemerintah kota dan provinsi dapat meninjau ulang rencana pembangunan Rusunawa tersebut, serta melibatkan warga dalam setiap keputusan yang menyangkut lahan mereka.
“Kami hanya ingin hidup tenang dan mandiri. Tolong jangan usik lagi tempat kami,” tutup Nuryadi. (ydp)









